:seorang teman
Bapak
telah membaca seribu malam
di
atas ranjang yang sudah lama kering
sejak
linangan kepedihan itu pergi
Ia
tak benar-benar pergi
ia
hanya keluar dan duduk di kursi kayu dekat pintu
sesaat
masuk, lalu keluar, bersila
menunggu-nunggu
kapan
ia haus dan meminta air mata itu
Tangan
yang satu, yang sesekali bersarang di rambutmu
mungkin
tak pernah tengadah, hanya sorot mata
menuliskan
kesakitan pada langit yang tak pernah dipandangnya
Kemana
langit?
“Aku
membacamu dari suapan nasi, keringat buah hati, dan malam yang selalu ditingkah
doa-doa”